Pada dasarnya nya, hiperinflasi adalah suatu kondisi dimana pihak pemerintahan pada suatu negara tidak mampu mengendalikan arus inflasi pada negaranya.
Saat terjadi kenaikan harga pada komoditas secara signifikan, biasanya akan selalu diikuti dengan meningkatnya pendapatan masyarakat, sehingga keadaan ekonomi akan menjadi stabil dan tidak terjadi ketimpangan. Keadaan seperti ini menandakan adanya inflasi dalam kadar normal, yang mana setiap harga komoditas masih bisa dikendalikan.
Bila pihak kepemerintahan bisa meracik kebijakan moneter secara tepat dengan memperhatikan dan mempertimbangkan situasi dan kondisi ekonomi yang ada, maka inflasi tersebut bisa menjadi teman.
Tapi, jika mereka acuh dan tidak mampu mengelola aset negara dengan kebijakan moneter yang tidak tepat dengan kondisi yang tengah terjadi, maka inflasi tersebut akan menjadi musuh dan akan berakibat hiperinflasi.
Lantas, apa pengertian sebenarnya dari hiperinflasi tersebut? Apa saja faktor yang bisa menyebabkan hiperinflasi? Pernah adakah negara yang mengalami hiperinflasi? Temukan jawabannya dengan membaca artikel hiperinflasi di bawah ini.
Pengertian Hiperinflasi
Jadi, hiperinflasi adalah suatu kondisi inflasi yang tidak bisa dikendalikan yang mana terjadi lonjakan harga yang sangat cepat dan juga tiba-tiba, namun tidak bisa disertai dengan pendapatan masyarakat, sehingga jumlah uang yang beredar di tengah-tengah masyarakat sangat banyak, tapi nilai mata uangnya menurun sangat drastis.
Kondisi mengerikan ini terjadi jika nilai inflasi melebih 50%, bahkan bisa menyentuh 100% dalam kurun waktu satu bulan saja. Dalam kondisi ekonomi yang normal atau cenderung stabil, umumnya inflasi akan dilaporkan setahun sekali. Namun, dalam kondisi hiperinflasi, maka laporan inflasi akan dilakukan secara interval lebih singkat, yaitu sebulan sekali.
Pemantauan lonjakan inflasi ini sangatlah penting agar setiap pihak yang memiliki wewenang bisa membaca dan menganalisis berbagai faktor ekonomi yang ada, sehingga mereka bisa menentukan kebijakan moneter yang tepat agar bisa mengatasi laju hiperinflasi.
Hiperinflasi akan berefek negatif terhadap nilai mata uang pada suatu negara. Mereka yang mengalami kondisi mengerikan ini, maka nilai mata uang negaranya akan mengalami penurunan dari nilai yang sebenarnya. Itu artinya, nilai mata uang lokal akan mengalami penurunan daya beli, atau bahkan menjadi tidak berharga sedikitpun.
Dalam kondisi ini, maka mata uang asinglah yang justru memiliki peran penting dalam perekonomian lokal karena nilainya yang lebih cenderung stabil.
Faktor-Faktor Penyebab Terjadinya Hiperinflasi
Terdapat beberapa faktor penyebab terjadinya hiperinflasi, berikut ini adalah diantaranya:
-
Defisit Anggaran Pemerintah dengan Solusi Mencetak Uang
Setiap pemerintahan pada tiap negara pasti akan memerlukan anggaran untuk melakukan pembangunan. Berbagai anggaran ini bisa didapatkan dari berbagai sumber, seperti dari pajak ataupun utang luar negeri. Tapi, sistem pemungutan pajak secara berlebihan akan dianggap membebani rakyat. Sementara itu, utang luar negeri pun nantinya akan membebani anggaran pihak pemerintah.
Keputusan tentang pengadaan sumber dana anggaran dari pihak pemerintah ini akan masuk pada ranah kebijakan moneter yang ditempuh dengan cara mempertimbangkan kondisi dan situasi ekonomi di dalam negeri.
Keraguan tentang menarik pajak dan mengajukan pinjaman dari luar negeri malah terkadang membuat pemerintah menjadi salah mengambil kebijakan. Dalam hal ini, pemerintah lebih sering memilih mencetak mata uang baru guna membiayai adanya defisit anggaran.
Namun, cara tersebut justru menimbulkan malapetaka ekonomi, yang mana jumlah uang yang beredar di masyarakat semakin banyak dan bisa memicu terjadinya hiperinflasi.
Defisit anggaran yang mencoba diatasi dengan mencetak mata uang lebih banyak, tak ada bedanya dengan pemerintah sedang menarik pajak inflasi dari rakyatnya. Hal ini tentu berbeda dengan pajak pada umumnya, karena pajak inflasi tidak kelihatan dan pemerintah pun tidak menerima tagihan yang sebenarnya dari pajak ini.
Ketika pihak pemerintah banyak mencetak mata uang, maka tingkat harga pasti akan mengalami kenaikan, karena nilai mata uangnya mengalami penurunan. Banyak masyarakat memiliki uang, namun daya belinya justru menurun karena nilai yang yang dimiliki sudah tidak sesuai dengan tingkat harga komoditas yang ada pada negara tersebut.
-
Perang
Saat ada negara yang sedang berperang, sudah otomatis kondisi perekonomian di dalam negaranya menjadi tidak stabil. Berbagai faktor ekonomi dan juga produksi sudah tidak bisa lagi dimanfaat seperti seharusnya untuk bisa menembangkan dan juga meningkatkan perkembangan ekonomi negara.
Selain itu, perang juga pasti akan memerlukan pendanaan yang besar. Tidak hanya untuk pengadaan senjata dan alat tempur juga, pihak pemerintah juga harus mampu memberikan kompensasi pada setiap jasa pejuang.
Di tengah kondisi negara yang sedang tidak aman karena perang, umumnya pemerintah akan menjadi tidak fokus pada perekonomian di dalam negaranya. Produktivitas pada sektor riil yang menurun akan berdampak besar pada pendapatan nasional yang ikut turun. Tapi disisi lain, pemerintah memerlukan dana yang besar untuk mendanai perang.
-
Kondisi Sosial Politik yang Memanas
Memanasnya kondisi sosial politik yang terjadi pada suatu negara juga menjadi biang keladi hiperinflasi. Kenapa? Karena konflik internal yang sedang terjadi akan berpotensi besar menyebabkan kerusuhan dan huru-hara yang bisa berdampak pada ketidakstabilan ekonomi.
Setiap kerusuhan dan huru-hara akan selalu beriringan dengan perusakan berbagai infrastruktur dan juga fasilitas umum. Bila kondisi ini berlangsung lama, maka sudah pasti akan menghambat laju perekonomian karena proses produksi pada industri tidak bisa maksimal, sehingga tingkat produksi para produsen menjadi menurun.
Lebih lanjut lagi, hal tersebut akan berdampak besar pada penurunan pendapatan nasional. Sementara itu, dampak yang terjadi karena konflik internal atas adanya kerusakan infrastruktur dan fasilitas umum tentu memerlukan anggaran dana yang sangat besar untuk memperbaiki dan juga membangun kembali.
Studi Kasus Hiperinflasi
Negara yang pernah mengalami kondisi mengerikan karena kasus inflasi sebenarnya sangatlah banyak. Beberapa diantaranya adalah Jerman, Hongaria, Cina, Yunani, Yugoslavia, Perancis, Peru, dan juga Nikaragua. Indonesia sendiri bahkan pernah mengalami hiperinflasi pada masa awal kemerdekaannya.
Tapi, guncangan hiperinflasi yang dialami oleh beberapa negara diatas terjadi pada masa lampau atau sebelum memasuki tahun 2000 an.
Hiperinflasi Zimbabwe
Hiperinflasi yang paling besar di tahun 2000 an atau lebih tepatnya tahun 2007 pernah dialami oleh negara Zimbabwe. Sebagai salah satu negara yang baru mendapatkan kemerdekaan di tahun 1980, negara ini memang belum bisa mempunyai kemandirian ekonomi. Bahkan, negara ini termasuk negara dengan pendapatan yang rendah.
Hiperinflasi yang menyerang negara Zimbabwe ini ditengarai oleh banyak faktor. Faktor pertama diawali dengan kebijakan redistribusi tanah yang dilakukan oleh pihak pemerintah. Kebijakan atau pengalihan kepemilikan tanah yang pada awalnya dikuasai oleh para petani dari bangsa ini diberikan oleh para petani lokal.
Namun, kurangnya pengetahuan dan juga pengalaman petani lokal mengakibatkan lahan tidak bisa berproduksi atau tidak menghasilkan produksi apapun. Bahkan, banyak sekali lahan yang mangkrak dan dibiarkan begitu saja oleh para pemiliknya.
Akibatnya, sektor produksi pertanian pun menurun drastis, sehingga stok bahan pangan pada negara tersebut menurun dan seluruh harga komoditas pangan meningkat lebih mahal.
Selain itu, keterlibatan negara Zimbabwe dalam konflik dengan negara Kongo juga diklaim menjadi faktor lain terjadinya hiperinflasi pada negara tersebut. Selama konflik dengan Kongo terjadi, negara Zimbabwe mengalami krisis ekonomi, yang mana anggaran pemerintah banyak yang tersita untuk bisa membiayai konflik itu.
Karena berbagai masalah yang menyerang Zimbabwe,, maka negara tersebut pun mengalami defisit anggaran selama periode 1990 hingga 1997. Bahkan terus berlanjut sampai tahun 2004, defisit anggaran negara tersebut meningkat sampai 20% dari total GDP negaranya.
Puncaknya di tahun 2007, tingkat inflasi yang dialami Zimbabwe menjadi kian parah, bahkan hingga mencapai titik 115%. Akibatnya, seluruh persediaan pangan menjadi langka, pasokan bahan bakar untuk produksi dan konsumsi berkurang drastis, dan tidak ada alat serta fasilitas kesehatan untuk rakyatnya.
Tepat di tahun selanjutnya, yaitu tahun 2008, hiperinflasi pun semakin memanas. Sepanjang sejarah perekonomian modern dunia, negara ini mencatat rekor yang paling tinggi, yang mana hiperinflasi terjadi hingga menyentuh angka 79 miliar persen.
Akibatnya, nilai mata uang lokal menjadi sangat terpuruk terhadap mata uang dolar Amerika, yang mana 50 juta Dolar Zimbabwe hanya setara dengan 1,30 Dolar Amerika saja.
Lalu, bagaimana negara ini bangkit dari keterpurukan hiperinflasi yang menyerang? Di tahap awal, pihak pemerintah negara tersebut menerapkan kebijakan Quantitative Easing (QE), yaitu dengan mencetak mata uang guna membiayai pengeluaran pemerintah dan pinjaman dari luar negeri kebijakan ini lantas menambah peredaran uang di pasar.
Sehingga, nilai mata uang lokal menjadi menurun sangat tajam dan bahkan hampir tidak mempunyai nilai sama sekali. Pihak pemerintah Zimbabwe terus berupaya bangkit dengan menerapkan kebijakan multi-currency, yaitu menggunakan mata uang asing sebagai alat pembayaran untuk bertransaksi dagang di dalam negeri.
Kebijakan ini lantas memberikan dampak positif untuk perekonomian Zimbabwe. Perlahan-lahan, kondisi finansial negara ini mulai membaik. Pada akhirnya, di tahun 2012, laju inflasi negara Zimbabwe mulai menurun dan tingkat perkembangan ekonomi mulai menunjukkan angka yang positif lagi.
Penutup
Demikianlah penjelasan lengkap dari kami tentang hiperinflasi. Bisa kita simpulkan bahwa hiperinflasi adalah suatu kondisi inflasi yang tidak bisa dikendalikan yang mana terjadi lonjakan harga yang sangat cepat dan juga tiba-tiba, namun tidak bisa disertai dengan pendapatan masyarakat, sehingga jumlah uang yang beredar di tengah-tengah masyarakat sangat banyak, tapi nilai mata uangnya menurun sangat drastis.
Beberapa faktor penyebabnya adalah karena defisit anggaran pemerintah, perang dan kondisi sosial ekonomi yang tengah memanas pada negara tersebut. Berbagai negara yang pernah mengalami kondisi mengerikan ini adalah Jerman, Hongaria, Cina, Yunani, Yugoslavia, Perancis, Peru, Nikaragua, dan Zimbabwe. Bahkan, Indonesia pun pernah mengalami kondisi ini pada awal kemerdekaannya.
Untuk bisa menghindari terkena dampak hiperinflasi, baik itu untuk perusahaan ataupun perorangan, ada baiknya menyimpan aset riil yang memiliki nilai intrinsik besar di dalamnya, seperti emas, perak, tanah, bangunan, hewan ternak, dll.
Karena saat hiperinflasi menyerang, maka nilai mata uang akan menurun drastis dan bahkan tidak ada nilainya, berbeda dengan aset riil yang di dalamnya memiliki nilai intrinsik yang tidak akan berkurang karena inflasi.
Nah, seluruh aset tersebut juga harus bisa Anda catat dengan pembukuan yang rapi dan tepat, agar bisa tetap memantau banyaknya nilai aset Anda saat ini. Untuk memudahkan Anda dalam mencatat setiap aset riil tersebut, gunakanlah dari Accurate Online.
Aplikasi akuntansi ini mampu memberikan berbagai laporan keuangan, seperti laporan arus kas, laporan laba rugi, laporan perubahan modal, atau laporan lainnya secara real-time karena dikembangkan dengan basis cloud system.
Tertarik? Anda bisa menggunakan Accurate Online secara gratis selama 30 hari melalui.
Informasi lebih lanjut mengenai Accurate Online, Anda dapat hubungi kami melalui Whatsapp dengan klik gambar di bawah ini.
Rasakan sensasi unik Emkay Blast Lite Liquid Vape hari ini! Pesan sekarang dan nikmati pengalaman vape yang tak terlupakan!