Setiap aset yang Anda miliki, pastinya akan mengalami depresiasi. Dalam dunia bisnis depresiasi adalah hal wajar, bahkan penyusutan nilai aset ini menjadi salah satu komponen wajib dalam laporan keuangan. Untuk itu sebagai pelaku bisnis, Anda harus tahu bagaimana cara menghitung akumulasi penyusutan tersebut.
Sekilas Tentang Depresiasi atau Penyusutan Nilai Aset
Semua aset yang Anda miliki memiliki nilai aset atau harga jual, seiring berjalannya waktu beberapa aset dapat mengalami depresiasi atau penyusutan. Aset yang mengalami penyusutan adalah aset yang mengalami kapitalisasi saja.
Setelah kurang lebih 1 tahun, setiap aset tersebut akan mengalami penurunan nilai dari aktiva tetap, karena terus digunakan selama masa tersebut. Karena mengalami penurunan nilai jual, berarti perusahaan menanggung nilai penyusutan tersebut. oleh karena itu nilai akumulasi depresiasi harus masuk dalam laporan keuangan.
Secara garis besar, ada dua nilai penyusutan yang masuk dalam laporan keuangan. Yang pertama adalah beban penyusutan, mencakup biaya penyusutan dari masing-masing item. Yang kedua ada akumulasi penyusutan, atau penjumlahan dari seluruh beban penyusutan yang ditanggung perusahaan.
Dua komponen tersebut dicatat pada dua laporan yang berbeda. Untuk beban penyusutan akan masuk kedalam laporan laba rugi, sedangkan akumulasi penyusutan akan masuk ke dalam depresiasi.
Dalam menghitung penyusutan, Anda harus memiliki data atau variabel hitung yang jelas. Setidaknya harus ada dua variabel utama, yaitu harga perolehan atau harga beli (mencakup biaya distribusi dan instalasi) dan juga nilai residu taksiran harga jual.
Untuk aktiva tetap tidak memiliki nilai residu, karena nilai residu memiliki angka yang tidak tetap. Beberapa perusahaan biasanya memilih untuk menjual atau mendaur ulang aset, yang memiliki nilai residu rendah untuk memperpanjang fungsi nilai tersebut.
Jenis Penyusutan yang Sering Terjadi
Dalam dunia akuntansi, ada beberapa jenis penyusutan yang sering terjadi. Berikut beberapa diantaranya:
Depresiasi
Penyusutan pertama adalah Depresiasi, penyusutan ini terjadi pada aset yang memiliki wujud fisik. Beberapa contoh aset yang mengalami depresiasi adalah komputer, printer, kendaraan, meja, kursi dan beberapa aset lainnya.
Amortisasi
Jenis penyusutan berikutnya adalah amortisasi, penyusutan ini biasanya diterapkan pada aset yang tidak berwujud. Contohnya seperti hak paten, trademark, franchise mapun goodwill. Pemanfaatan pada aset-aset tersebut, hanya bisa digunakan setidaknya dalam waktu 20 tahun saja.
Deplesi
Yang terakhir ada deplesi, dimana aset yang terkena deplesi adalah yang mengalami penurunan wujud atau habis secara manfaat maupun bentuk fisik. Contoh dari aset tersebut adalah sumber daya alam milik perusahaan.
Metode Menghitung Penyusutan
Ada beberapa metode yang bisa Anda gunakan, untuk menghitung akumulasi penyusutan, berikut beberapa diantaranya:
Straight Line Method (Metode Garis Lurus)
Metode garis lurus ini, adalah salah satu metode andalan banyak perusahaan. Hitungan ini memanfaatkan garis lurus menggunakan asumsi penyusutan konstan dan simpel pada usia ekonomis sebuah asset. Arti kata konstan lebih mengacu pada tingkat penurunan aktiva tetap yang sama setiap periode hitung.
Pada umumnya ada dua rumus yang sering digunakan perusahaan, rumus tersebut sangat berpengaruh pada kondisi nilai residu. Perhitungan pertama bisa digunakan karena nilai residu diketahui, perhitungan kedua digunakan saat nilai residu tidak diketahui.
Nilai Residu Diketahui
Saat nilai residu diketahui, Anda bisa menggunakan rumus ini:
Penyusutan = (Harga Beli – Nilai Residu) / Usia Ekonomis
Contoh Kasus :
Sebuah perusahaan membeli sebuah unit kendaraan operasional dengan harga Rp. 500 juta, di awal periode hitung perusahaan. Aset tersebut memiliki usia ekonomis sekitar 4 tahun dengan nilai residu sekitar Rp. 100 juta. Jika perusahaan ingin menghitung penyusutan aset per tahun, rumus di atas bisa digunakan
Penyusutan = (500.000.000 – 100.000.000) / 4
= 400.000.000 / 4
= 100.000.000
Dari perhitungan di atas, diketahui bahwa angka penyusutan dari aset terhitung adalah Rp. 100 juta tiap tahunnya.
Nilai Residu Tidak Diketahui
Jika perusahaan tidak mengetahui nilai residu dari sebuah aset, maka rumus yang digunakan akan jadi seperti ini:
Penyusutan = Harga Beli / Usia Ekonomis
Contoh kasus adalah sebuah pabrik membeli mesin bubut seharga Rp. 350 juta, dengan usia ekonomis mesin diperkirakan sekitar 5 tahun penggunaan. Untuk menghitung angka penyusutan tiap tahunnya, perusahaan bisa menggunakan rumus di atas:
Penyusutan = 350.000.000 / 5
Penyusutan = 70.000.000
Dari perhitungan di atas, diketahui bahwa angka penyusutan mesin bubut adalah Rp. 70 juta tiap tahunnya.
Double Declining Balance Method (Metode Saldo Menurun Ganda)
Metode berikutnya bisa Anda gunakan untuk mengenali sebagian penyusutan aset, pada usia ekonomis awal. Pada umumnya metode ini digunakan untuk menghitung biaya penyusutan dari mesin produksi, hal ini terjadi karena sepanjang penggunaan mesin tersebut akan mengalami penurunan performa
Rumus yang bisa Anda gunakan untuk menghitung penyusutan tersebut adalah
Penyusutan = (Harga Beli / Usia Ekonomis) x 2
Contoh Kasus
Pada perusahaan A, terjadi pengadaan mesin produksi dengan harga Rp. 500 juta. Mesin produksi ini diperkirakan mampu beroperasi hingga 10 tahun. Dari kasus tersebut, adan bisa menghitung dengan cara seperti ini:
Penyusutan = (500.000.000 / 10) x 2
= 50.000.000 x 2
= 100.000.000
Dari perhitungan di atas, dapat disimpulkan bahwa angka penyusutan mesin produksi adalah Rp. 100 juta tiap tahunnya.
Units of Production Method (Metode Unit Produksi)
Metode terakhir yang bisa Anda gunakan, adalah metode yang nominal penyusutan dikeluarkan pada masa tertentu. Dimana aset masih memiliki nilai proporsional yang seimbang dengan kapasitas produksi. Untuk menghitung metode ini, Anda bisa menggunakan rumus di bawah ini:
Penyusutan = (Harga Beli – Harga Residu) x (Pemakaian / Kapasitas Maksimum)
Contoh Kasus
Sebuah perusahaan manufaktur, membeli sebuah truk fuso dengan harga Rp. 200 juta. Karena penggunaan kurang maksimal, perusahaan tersebut berniat menjual kembali dengan harga Rp. 150 juta. Performa truk akan tetap sama hingga jarak maksimal 150.000 km, sedangkan pengguna truk baru mencapai angka 30.000 km.
Untuk menghitung angka penyusutan, Anda bisa menggunakan rumus di atas.
Penyusutan = (200.000.000 – 100.000.000) x (30.000 / 150.000)
= 100.000.000 x 0,2
= 20.000.000
Jadi bisa disimpulkan, penyusutan dari truk fuso tersebut adalah Rp. 20 juta tiap tahunnya.
Kesimpulan
Akumulasi penyusutan, adalah total dari seluruh penyusutan yang harus ditanggung perusahaan. Pada prosesnya, nilai penyusutan akan dimasukkan pada laporan laba rugi, sedangkan akumulasinya akan masuk pada neraca perusahaan.
Untuk menghitung akumulasi penyusutan, Anda harus mengetahui nilai dari setiap penyusutan yang Anda tanggung. Tergantung variabel yang diketahui, penghitungan penyusutan menggunakan metode yang berbeda-beda.
Walaupun menghitung akumulasi penyusutan bisa dibilang cukup kompleks, namun beberapa perusahaan biasanya menggunakan alat bantu hitung. Seperti contohnya adalah aplikasi akuntansi seperti Accurate dari ABC Semanggi. Aplikasi akuntansi ini dinilai mampu memberikan efisiensi kerja, karena berbasis online dan terintegrasi pusat.