Indonesia telah dikenakan tarif ekspor 19% untuk seluruh produk Indonesia yang masuk ke Amerika. Kebijakan tersebut telah turun dari angka awal 32%. Meskipun telah turun sekitar 13% dampak kebijakan tarif pajak ke Amerika terhadap produk UMKM di Indonesia. Hal itu tetap akan memberatkan bagi pengusaha. Dampaknya akan sangat signifikan terhadap barang-barang berorientasi ekspor ke pasar AS.
Meskipun kenaikan tarif tersebut telah di umumkan sejak 9 Juli 2025 dan akan diberlakukan 7 Agustus 2025, Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian menilai penerapan tarif tersebut belum terasa dampaknya ke para pengusaha di Indonesia.
Seperti yang dikutip dari Kompas.com, Sekertaris Kemenko Perekonomian Susiwono Mogiarso mengungkapkan, sejak dimulai pada 7 Agustus 2025, pihaknya belum menerima laporan dari eksportir atas dampak dari tarif resprokal. Hal ini dikarenakan para eksportir telah ancang-ancang untuk mempercepat pengiriman ke AS sebelum tarif tersebut berlaku.
Baca Juga: 9+ Strategi Ampuh Mengelola Cashflow untuk UMKM
Menurutnya, tarif tersebut akan terasa dampaknya di 7-8 September 2025. Tentunya berbagai produsen dan eksportir telah mengambil ancang-ancang mengenai hal ini. Namun, tetap ada dampak besar yang akan dihadapi para eksportir Indonesia atas kebijakan tarif pajak tersebut.
Dampak Kebijakan Tarif Pajak Amerika terhadap UMKM Indonesia
Penerapan tarif pajak sebesar 19% oleh pemerintah Amerika Serikat terhadap barang yang masuk dari Indonesia menimbulkan konsekuensi besar, khususnya bagi sektor usaha kecil dan menengah (UMKM) yang mengandalkan ekspor ke pasar internasional. Kebijakan ini tidak hanya memengaruhi harga jual produk di pasar AS, tetapi juga berdampak pada daya saing, margin keuntungan, dan strategi ekspansi pelaku usaha Indonesia.
Penurunan Daya Saing Produk
Dengan adanya tarif tambahan 19%, harga barang asal Indonesia di pasar Amerika menjadi lebih tinggi dibandingkan produk sejenis dari negara lain yang mungkin memiliki bea masuk lebih rendah. Hal ini membuat konsumen Amerika cenderung memilih produk alternatif yang lebih murah.
Contoh: UMKM penghasil kerajinan rotan asal Cirebon akan kesulitan bersaing dengan produk Vietnam atau Filipina yang tidak terkena tarif setinggi itu.
Margin Keuntungan Menyusut
Bagi UMKM yang tetap ingin menjaga harga agar kompetitif, biasanya mereka harus menanggung sebagian beban tarif tersebut. Dampaknya, margin keuntungan mereka akan semakin kecil. Dalam jangka panjang, ini bisa menghambat pertumbuhan usaha.
Contoh: UMKM produsen kopi premium yang menjual ke Amerika harus menurunkan margin hingga 10–15% untuk tetap menarik pembeli.
Potensi Penurunan Volume Ekspor
Harga yang lebih tinggi membuat permintaan produk Indonesia di pasar AS berpotensi menurun. Akibatnya, UMKM yang menggantungkan sebagian besar penjualan pada ekspor bisa kehilangan pasar dan omzet.
Contoh: UMKM tekstil di Jawa Barat yang sebelumnya memasok pakaian jadi ke Amerika dalam jumlah besar bisa mengalami penurunan order.
Dorongan untuk Diversifikasi Pasar
Di sisi lain, tarif pajak ini bisa menjadi momentum bagi UMKM untuk mencari pasar baru di luar Amerika, seperti Eropa, Timur Tengah, atau Asia Tenggara. Diversifikasi pasar ekspor dapat menjadi strategi mengurangi ketergantungan pada satu negara tujuan.
Contoh: UMKM batik yang sebelumnya fokus ekspor ke AS mulai menjajaki peluang ke Uni Eropa melalui program GSP (Generalized System of Preferences).
Peningkatan Biaya Operasional
Selain pajak 19%, UMKM juga menanggung biaya tambahan terkait logistik, sertifikasi, dan penyesuaian standar produk agar tetap bisa diterima di pasar AS. Semua biaya ini berpotensi membuat operasional menjadi lebih berat.
Contoh: UMKM makanan ringan harus menambah biaya sertifikasi FDA (Food and Drug Administration) agar tetap bisa masuk ke pasar Amerika.
Tekanan untuk Inovasi dan Efisiensi
Meski menjadi tantangan, tarif ini bisa mendorong UMKM meningkatkan kualitas produk dan mencari cara lebih efisien dalam produksi agar tetap kompetitif meski harga naik. Inovasi dalam branding, pengemasan, atau penggunaan teknologi digital bisa menjadi solusi.
Contoh: UMKM kopi beralih ke e-commerce global seperti Amazon dan melakukan direct selling untuk mengurangi rantai distribusi.
Baca Juga: 8 Cara Mengatur Keuangan Usaha Kecil agar Tetap Sehat dan Berkembang
Dampak pada Pekerja Lokal
Jika ekspor turun signifikan, UMKM mungkin terpaksa mengurangi kapasitas produksi yang pada akhirnya memengaruhi tenaga kerja lokal. Hal ini bisa berdampak pada berkurangnya lapangan pekerjaan di sektor-sektor tertentu.
Contoh: UMKM furnitur kayu di Jepara harus memangkas jumlah pekerja karena permintaan dari pasar Amerika menurun.
